Analisa Putusan Kontroversial MK
Publik disuguhkan dengan beberapa putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi. Dari analisa yang saya lakukan,ada beberapa faktor mengapa putusan tersebut terasa kontroversi. Mari kita dibedah dan analisa bersama.
Faktor Substansi
Putusan MK bersifat kontroversial karena faktor substansi seringkali dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai konstitusional atau tidak sejalan dengan perkembangan hukum. Misalnya, putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyatakan bahwa objek praperadilan tidak hanya terbatas pada penangkapan, pencarian, penyelidikan penyidikan atau pemanggilan, tetapi juga termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. Putusan ini dinilai kontroversial karena dinilai dapat melontarkan sistem hukuman pidana dan membuka peluang pelanggaran kewenangan oleh aparat penegak hukum.
Putusan MK ini dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai konstitusional karena bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 yang menjamin hak asasi manusia untuk bebas dari perlindungan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, atau memberi martabat manusia. Putusan ini juga dinilai tidak sejalan dengan perkembangan hukum karena bertentangan dengan asas praduga tak berdosa yang telah dianut oleh banyak negara.
Contoh lain dari putusan MK yang kontroversial karena faktor substansi adalah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan ini bersifat kontroversial karena dinilai tidak memperhatikan pendapat minoritas dari empat hakim konstitusi yang menolak permohonan tersebut.
Putusan MK ini dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai konstitusional karena bertentangan dengan asas demokrasi yang menghendaki adanya keterwakilan dari berbagai lapisan masyarakat dalam pemerintahan. Putusan ini juga dinilai tidak sejalan dengan perkembangan hukum karena bertentangan dengan tren internasional yang semakin memperluas hak-hak politik warga negara.
Faktor Proses
Putusan MK bersifat kontroversial karena faktor proses seringkali dinilai tidak transparan atau tidak memenuhi standar hukum acara yang berlaku. Misalnya, putusan MK Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan ini bersifat kontroversial karena dinilai tidak memperhatikan pendapat minoritas dari empat hakim konstitusi yang menolak permohonan tersebut.
Putusan MK ini dinilai tidak transparan karena tidak ada alasan yang jelas mengapa MK mengabulkan permohonan tersebut. Selain itu, putusan MK ini juga dinilai tidak memenuhi standar hukum acara yang berlaku karena tidak memperhatikan pendapat minoritas dari empat hakim konstitusi.
Faktor Politik
Putusan MK bersifat kontroversial karena faktor politik seringkali dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu. Misalnya, putusan MK Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan ini bersifat kontroversial karena dinilai menguntungkan keluarga Presiden Joko Widodo, yang mana Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo.
Putusan MK ini dinilai menguntungkan keluarga Presiden Joko Widodo karena membuka peluang putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon wakil presiden. Putusan MK ini juga dinilai dapat memperkuat posisi politik keluarga Presiden Joko Widodo.
Upaya Meningkatkan Kredibilitas MK
Untuk mengatasi kontroversi keputusan MK, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas dan kredibilitas MK. Upaya-upaya tersebut antara lain:
Peningkatan kompetensi hakim konstitusi . Hakim konstitusi harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam bidang hukum tata negara dan hukum acara konstitusi. Selain itu, hakim konstitusi juga harus memiliki integritas yang tinggi dan bebas dari pengaruh politik.
Untuk meningkatkan kompetensi hakim konstitusi, perlu dilakukan seleksi yang ketat terhadap calon hakim konstitusi. Selain itu, perlu dilakukan pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bagi hakim konstitusi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka.
Transparansi dan akuntabilitas . Proses konferensi MK harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka akses publik terhadap persidangan MK dan dengan menerbitkan putusan MK dalam waktu yang singkat.
Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas MK, perlu dilakukan acara hukum MK. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang proses konferensi MK.
Penegakan independensi MK . MK harus menjamin independensinya dari pengaruh politik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat mekanisme pemilihan hakim konstitusi dan dengan memastikan bahwa MK memiliki anggaran yang memadai.
Untuk memperkuat independensi MK, perlu dilakukan perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan dukungan publik terhadap MK.
Upaya-upaya tersebut perlu dilakukan secara berkelanjutan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap MK dan untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Sumber
borneonetv.com/2020/09/30/praktisi-hukum-beri-tanggapan-terkait-penggeledahan-kantor-dinas-pupr-provinsi-kalbar/
Komentar
Posting Komentar