Psikopati dan Ketidakmampuan Merasakan Empati: Temuan Baru dari Penelitian Otak



Psikopati adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan kurangnya empati, penyesalan, serta afek yang dangkal. Orang dengan psikopati sering kali tidak peka terhadap perasaan orang lain, cenderung manipulatif, mudah tersinggung, dan tidak berperasaan. Menurut penelitian, sekitar 23% narapidana di penjara memiliki tingkat psikopati yang tinggi, jauh lebih besar dari populasi umum yang hanya sekitar 1%.


Dalam upaya untuk lebih memahami dasar neurologis dari disfungsi empati pada individu dengan psikopati, para ahli saraf melakukan studi yang menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) pada otak 121 narapidana di penjara dengan tingkat keamanan sedang di Amerika Serikat.


Dalam penelitian ini, peserta diperlihatkan berbagai skenario visual yang menggambarkan rasa sakit fisik, seperti jari yang terjepit di pintu atau kaki yang terhimpit benda berat. Peserta kemudian diminta untuk membayangkan bagaimana jika kecelakaan tersebut terjadi pada diri mereka sendiri atau pada orang lain. Mereka juga diperlihatkan gambar-gambar yang tidak menampilkan situasi menyakitkan apa pun, seperti tangan yang memegang gagang pintu.


Para peserta ini kemudian dinilai dengan alat diagnostik bernama PCL-R, yang digunakan untuk mengukur tingkat kecenderungan psikopati mereka. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, peserta dibagi menjadi tiga kelompok: psikopat tinggi, sedang, dan rendah, masing-masing terdiri dari sekitar 40 orang.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika peserta dengan tingkat psikopati yang tinggi membayangkan rasa sakit pada diri mereka sendiri, wilayah otak yang terkait dengan empati, seperti insula anterior, korteks midcingulate anterior, korteks somatosensori, dan amigdala kanan, menunjukkan aktivitas yang meningkat. Ini menunjukkan bahwa orang dengan psikopati tinggi sebenarnya sensitif terhadap rasa sakit yang mereka bayangkan terjadi pada diri mereka sendiri.


Namun, hal berbeda terjadi ketika mereka diminta membayangkan rasa sakit yang dialami oleh orang lain. Wilayah otak yang sama gagal menunjukkan aktivitas yang signifikan pada peserta dengan tingkat psikopati tinggi. Lebih mengejutkan lagi, penelitian ini menemukan bahwa ada peningkatan aktivitas di striatum ventral, area otak yang terlibat dalam perasaan senang, ketika psikopat tinggi membayangkan orang lain kesakitan. 


Aktivasi otak yang tidak biasa ini, dikombinasikan dengan konektivitas negatif antara insula dan korteks prefrontal ventromedial (bagian otak yang penting untuk pengambilan keputusan yang empatik), menunjukkan bahwa individu dengan psikopati mungkin menikmati melihat orang lain menderita dan kurang peduli terhadap penderitaan mereka.


Penelitian ini memiliki implikasi penting untuk pengembangan intervensi terapi bagi individu dengan psikopati. Para peneliti menyarankan bahwa pola aktivasi otak yang tidak biasa ini dapat menjadi target baru dalam terapi perilaku kognitif. Salah satu pendekatan yang mungkin adalah menggunakan imajinasi rasa sakit atau tekanan yang dialami diri sendiri sebagai cara untuk memicu reaksi emosional yang lebih kuat pada psikopat, sebelum mereka dapat diajak untuk lebih memahami perasaan orang lain.


Meskipun terapi bagi individu dengan psikopati sering dianggap sulit, penelitian ini memberikan harapan baru dengan mengusulkan pendekatan yang lebih spesifik dan terarah berdasarkan aktivitas otak mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kiat Beradaptasi di Kalimantan Tengah buat Perantauan Jawa Agar tidak terjadi Cultural Shock

Dampak Kenaikan Suku Bunga terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Skenario Multiplayer Efeknya

Meme dan Politik: Senjata Ampuh atau Bumerang?