*Sejarah dan Kisah di Balik Bendera Palestina

 


***

Bendera Palestina sering terlihat berkibar dalam aksi-aksi protes dan solidaritas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa asal-usul bendera ini melibatkan intrik geopolitik di Timur Tengah yang dimulai jauh sebelum berdirinya negara modern Palestina.


### Dari Sahabat Menjadi Musuh: Inggris dan Ottoman


Pada awal abad ke-20, Kekaisaran Ottoman dan Inggris awalnya memiliki hubungan yang baik. Namun, menjelang Perang Dunia I, segala sesuatunya berubah. Kekaisaran Ottoman memutuskan untuk berpihak pada Jerman, menjadikan Inggris dan Ottoman yang dulunya sahabat, kini musuh di medan perang. Kekaisaran Ottoman saat itu membentang luas, mencakup sebagian besar Timur Tengah, dan para penduduknya mengidentifikasi diri sebagai bangsa Ottoman. Konsep identitas Arab, Palestina, atau bangsa-bangsa lainnya di wilayah itu belum ada.


Saat itu, ide nasionalisme di kalangan penduduk Arab masih minim. Seperti Indonesia yang baru merasakan semangat kebangsaan pada abad ke-20, begitu pula bangsa-bangsa di wilayah Arab kala itu. Yang lebih umum adalah gerakan Ottomanisme, yang berusaha menyatukan wilayah-wilayah di bawah satu identitas Ottoman. Namun, bagi Inggris, melemahkan Kekaisaran Ottoman adalah tujuan utama. Dan untuk mencapainya, Inggris melihat bahwa menyemai semangat separatisme di wilayah Arab adalah kunci.

### Tumbuhnya Gerakan Pan-Arab

Inggris mulai mencari tokoh-tokoh yang berpotensi mendukung pemisahan wilayah Arab dari Ottoman. Saat itu, terdapat benih-benih pemikiran Pan-Arab yang mulai berkembang, terutama di kalangan elite Arab yang merasa terpinggirkan oleh pemerintahan Ottoman. Inggris, dengan kecerdikannya, memanfaatkan gerakan ini. Mereka mendukung dan mengorganisasi gerakan nasionalis Arab untuk melawan Ottoman di Timur Tengah. Inggris bukan sekadar pengamat, tetapi penggerak di balik layar, yang mengadvokasi nasionalisme sebagai alat untuk mengacaukan kekuasaan Ottoman.

Salah satu tokoh utama yang didekati Inggris adalah Syarif Hussein bin Ali, penguasa kota Mekah dari Klan Hashemite, yang kemudian dianggap sebagai sosok pemersatu Arab. Di sinilah muncul peran penting Thomas Edward Lawrence, lebih dikenal sebagai Lawrence of Arabia, yang menjadi penghubung antara Inggris dan Hussein bin Ali. Bersama dengan Mark Sykes, seorang diplomat Inggris, mereka memainkan peran kunci dalam memuluskan gerakan nasionalis Arab.

### Peran Mark Sykes dalam Desain Bendera Pan-Arab

Sykes, yang lebih terlibat dalam strategi politik, memahami pentingnya simbolisme dalam membangun identitas nasional baru. Ia merancang bendera Pan-Arab yang digunakan oleh pasukan Arab dalam perlawanan mereka terhadap Ottoman. Desain bendera ini tidak sembarangan; setiap warna dipilih dengan makna historis. Hitam mewakili Dinasti Abbasiyah, putih untuk Dinasti Umayyah, hijau untuk Dinasti Fatimiyah, dan merah, yang diletakkan paling utama, melambangkan Dinasti Hashemite, simbol kebanggaan bagi para pejuang Arab.

Bendera ini kemudian menjadi simbol dari gerakan Arab yang didukung oleh Inggris dalam menghadapi Ottoman. Saat pasukan Inggris melawan Jerman di Eropa, pasukan Arab yang dilatih dan didukung oleh Inggris menggerakkan perlawanan di jazirah Arab, membawa bendera hasil rancangan Sykes. Bendera inilah yang kelak menjadi inspirasi bagi banyak bendera negara-negara Arab, termasuk Palestina.

### Refleksi Sejarah di Balik Bendera Palestina

Bendera Palestina, dengan warna-warna yang diadopsi dari desain Pan-Arab karya Mark Sykes, bukan sekadar lambang perjuangan bangsa Palestina modern. Ia juga menyimpan kisah panjang dari strategi geopolitik Inggris dalam Perang Dunia I. Ironisnya, di tengah seruan nasionalisme dan perlawanan terhadap kolonialisme, bendera ini awalnya merupakan simbol dari sebuah strategi yang dirancang oleh kekuatan kolonial untuk menghancurkan kekaisaran yang lebih besar.

Bagi mereka yang mengibarkan bendera Palestina dalam berbagai demonstrasi, ada baiknya mengenang jejak sejarah ini. Bahwa di balik bendera yang kini menjadi simbol solidaritas dan perjuangan, ada sentuhan seorang kolonel Inggris bernama Mark Sykes yang, dengan strategi cerdiknya, membentuk simbol yang bertahan hingga kini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kiat Beradaptasi di Kalimantan Tengah buat Perantauan Jawa Agar tidak terjadi Cultural Shock

Dampak Kenaikan Suku Bunga terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Skenario Multiplayer Efeknya

Meme dan Politik: Senjata Ampuh atau Bumerang?