Menyoroti Pemilihan Presiden 2024
Pemilihan presiden 2024 telah meninggalkan jejak dugaan kecurangan yang cukup besar, menjadi pijakan utama bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengajukan hak angket terhadap elit partai. Saat ini, perjuangan politik di tengah pembagian kekuasaan setelah pemilu menempatkan elit partai politik di posisi uji.
Sejarah pemilu ini mencatat berbagai kecurangan yang seharusnya dapat memotivasi DPR untuk bertindak. Pemilihan presiden 2024 menjadi kontroversial dengan pelanggaran prinsip pemilu yang jujur dan adil. Presiden Joko Widodo, di ujung dua periode pemerintahannya, dianggap telah menodai integritas pemilu dengan menggunakan perangkat negara untuk memenangkan kandidat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang berpasangan dengan anak pertamanya, Gibran Rakaboming Raka.
Hak angket menjadi instrumen kritis dalam menyelidiki dugaan pelanggaran undang-undang oleh pemerintahan Jokowi. Namun, tantangan utama adalah memastikan dukungan minimal 25 anggota DPR dari berbagai fraksi, dan dalam konteks politik saat ini, hal tersebut nampak memungkinkan.
Koalisi partai pendukung Anis Baswedan, Muhaimin Iskandar, dan pengusung Ganjar Pranowo serta Mahbub MD telah mengamankan mayoritas kursi di Senayan. Dengan 314 kursi, jumlah ini melebihi koalisi pendukung Prabowo Subianto, yang hanya memiliki 261 kursi. Ini menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan yang memudahkan pengajuan hak angket.
Rekayasa politik yang dimulai jauh sebelum hari pencoblosan menambah kompleksitas. Perubahan syarat calon Presiden oleh Mahkamah Konstitusi memungkinkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden. Namun, keputusan ini disertai dengan kontroversi etika dan pelanggaran hukum, yang menciptakan cacat integritas dalam proses pemilihan.
Langkah hukum gugatan sengketa hasil pemilihan tampaknya menjadi tembok tebal mengingat selisih suara yang signifikan. Oleh karena itu, jalur politik muncul sebagai opsi realistis untuk membuktikan berbagai cacat dalam proses pemilu. Penggunaan hak angket oleh DPR menjadi kunci untuk menyelidiki keterlibatan presiden dalam dugaan kecurangan.
Meskipun DPR memiliki wewenang untuk membentuk panitia khusus dan memanggil saksi, keseriusan dalam menggunakannya akan diuji dalam pembagian kekuasaan pasca-pemilu. Koalisi pendukung Prabowo Subianto, meski memiliki kursi di DPR, juga terlibat dalam tawar-menawar politik dengan pemerintah yang baru.
Pentingnya mempertahankan integritas demokrasi Indonesia menuntut tindakan. Elit partai yang tidak serius mempersoalkan kecurangan politik dapat merusak demokrasi. Oleh karena itu, pemilihan presiden 2024 harus diikuti oleh proses politik, evaluasi, dan reformasi sistem pemungutan suara. Hanya dengan demikian, peluang publik untuk mendapatkan pemimpin yang jujur dan adil dapat terwujud, sementara pelanggaran politik dicatat dalam sejarah demokrasi Indonesia.
Komentar
Posting Komentar